Ketika Gus Miek masih berusia 9
tahun, Gus Miek sowan ke rumah Gus Ud (KH. Mas’ud) Pagerwojo, Sidoarjo. Gus Ud
adalah seorang tokoh kharismatik yang diyakini sebagai seorang wali. Dia sering
dikunjungi olah sejumlah ulama untuk meminta doanya. Di rumah Gus Ud inilah
untuk pertama kalinya Gus Miek bertemu KH. Ahmad Siddiq, yang di kemudian hari
menjadi orang kepercayaannya dan sekaligus besannya.
Saat itu, Kiai Ahmad Siddiq masih
berusia 23 tahun, dan tengah menjadi sekretaris pribadi KH. Wahid Hasyim yang
saat itu menjabat sebagai menteri agama. Sebagaimana para ulama yang berkunjung
ke ndalem Gus Ud, kedatangan Kiai Ahmad Siddiq ke ndalem Gus Ud juga untuk
mengharapkan doa dan dibacakan Al-Fatehah untuk keselamatan dan kesuksesan
hidupnya. Tetapi, Gus Ud menolak karena merasa ada yang lebih pantas membaca
Al-Fatehah. Gus Ud kemudian menunjuk Gus Miek yang saat itu tengah berada di
luar rumah. Gus Miek dengan terpaksa membacakan Al-Fatehah setelah diminta oleh
Gus Ud.
KH. Ahmad Siddiq, sebelum dekat
dengan Gus Miek, pernah menemui Gus Ud untuk bicara empat mata menanyakan
tentang siapakah Gus Miek itu.
“Mbah, saya sowan karena ingin tahu
Gus Miek itu siapa, kok banyak orang besar seperti KH. Hamid menghormatinya?”
Tanya KH. Ahmad Siddiq.
“Di sekitar tahun 1950-an, kamu
datang ke rumahku meminta doa. Aku menyuruh seorang bocah untuk mendoakan kamu.
Itulah Gus Miek. Jadi, siapa saja, termasuk kamu, bisa berkumpul dengan Gus
Miek itu seperti mendapatkan Lailatul Qodar,” jawab Gus Ud.
Begitu Gus Ud selesai mengucapkan
kata Lailatul Qodar, Gus Miek tiba-tiba turun dari langit-langit kamar lalu
duduk di antara keduanya. Sama sekali tidak terlihat bekas atap yang runtuh
karena dilewati Gus Miek. Setelah mengucapkan salam, Gus Miek kembali
menghilang.
Suatu hari, Gus Miek tiba di Jember
bersama Syafi’i dan KH. Hamid Kajoran, mengendarai mobil Fiat 2300 milik Sekda
Jember. Sehabis Ashar, Gus Miek mengajak pergi ke Sidoarjo. Rombongan bertambah
Mulyadi dan Sunyoto. Tiba di Sidoarjo, Gus Miek mengajak istirahat di salah
satu masjid. Gus Miek hanya duduk di tengah masjid, sementara KH. Hamid Kajoran
dan Syafi’i tengah bersiap-siap menjalankan shalat jamak ta’khir (Maghrib dan
Isya).
Ketika Syafi’i iqomat, Gus Miek
menyela, “Mbah, Mbah, shalatnya nanti saja di Ampel.” KH. Hamid dan Syafi’i pun
tidak berani melanjutkan.
Tiba-tiba, dari sebuah gang terlihat
seorang anak laki-laki keluar, sedang berjalan perlahan. Gus Miek memanggilnya.
“Mas, beri tahu Mbah Ud, ada Gus
Hamim dari kediri,” kata Gus Miek kepada anak itu.
Anak itu lalu pergi ke rumah Mbah
Ud. Tidak beberapa lama, Mbah Ud datang dengan dipapah dua orang santri.
“Masya Allah, Gus Hamim, sini ini
Kauman ya, Gus. Kaumnya orang-orang beriman ya, Gus. Ini masjid Kauman, Gus.
Anda doakan saya selamat ya, Gus,” teriak Mbah Ud sambil terus berjalan ke arah
Gus Miek.
Ketika sudah dekat, Gus Miek dan
Mbah Ud terlihat saling berebut untuk lebih dulu menyalami dan mencium tangan. Kemudian
Gus Miek mengajak semuanya ke rumah Mbah Ud. Tiba di rumah, Mbah Ud dan Gus
Miek duduk bersila di atas kursi, kemudian dengan lantang keduanya menyanyikan
shalawat dengan tabuhan tangan. Seperti orang kesurupan, keduanya terus
bernyanyi dan memukul-mukul tangan dan kaki sebagai musik iringan. Setelah
puas, keduanya terdiam. “Silahkan, Gus, berdoa,” kata Mbah Ud kepada Gus Miek.
Gus Miek pun berdoa dan Mbah Ud mengamini sambil menangis.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah
Syafi’i di Ampel, Sunyoto berbisik-bisik dengan Mulyadi. Keduanya penasaran
dengan kejadian yang baru saja mereka alami. Karena Mbah Ud Pagerwojo terkenal
sebagai wali dan khariqul ‘adah (di luar kebiasaan). Hampir semua orang di Jawa
Timur segan terhadapnya. “Mas, misalnya ada seorang camat yang kedatangan tamu,
lalu camat tersebut mengatakan silakan-silakan dengan penuh hormat, itu kalau
menurut kepangkatan, bukankah tinggi pangkat tamunya?” Tanya Sunyoto kepada
Mulyadi.
Mbah Ud adalah salah seorang tokoh
di Jawa Timur yang sangat disegani dan dihormati Gus Miek selain KH. Hamid
Pasuruan. Hampir pada setiap acara haulnya, Gus Miek selalu hadir sebagai wujud
penghormatan kepada orang yang sangat dicintainya itu.
Sumber:
Dunia pesantren
Source: http://mistikus-sufi.blogspot.com/2014/08/gus-miek-bertemu-kh-masud-pagerwojo.html#ixzz3d7CnoyLi